26 September 2011

ANATOMI MEDIA PENYIARAN


Dalam kehidupan keseharian, kita sebagai masyarakat haus akan berbagai informasi dimulai dari perkembangan ekonomi nasional maupun internasional, dunia politik, budaya, dunia selebritis, hingga hal-hal yang menyangkut kebutuhan pokok manusia salah satunya tentang makanan atau wisata kuliner. Informasi tentunya dapat diperoleh melalui media konvensional seperti media cetak : Koran, majalah ; media elektronik : radio, dan siaran melalui televisi serta media baru internet. Nah, yang akan dijabarkan dalam posting blog ini adalah mengenai Anatomi Media Penyiaran Indonesia. Materi ini disampaikan oleh Bapak Paulus Widiyanto (salah satu penggagas UU Penyiaran) pada perkuliahan Kapita Selekta hari Rabu, tanggal 21 September 2011.

Anatomi Media Penyiaran terdiri dari :
  1. Lembaga dapat berbentuk PT, Yayasan, dll
  2. Perizinan: legalitas / illegal
  3. kepemilikan : organisasi atau badan hukum
  4. isi content : news, sport, komedi, music, dll
  5. infrastruktur : antenna, satellite, pemancar,gelombang elektromagnetik, cable, internet
  6. organisasi bisnis / usaha : pendapatan, iklan, langganan
  7. SDM / Kelompok Profesi : wartawan, redaktur, editor, dll
  8. Pasar / Market area : lokal, national
  9. Audience : khalayak terbagi atas usia, gender
  10. Regulator sebuah Lembaga / pengatur penyiaran

Media Siar berada di bawah satu lembaga yang menjadi tempat bernaung, ambil saja contoh channel TV Trans7 dan TransTV berada di bawah naungan Trans Corp. Tentu saja dalam penyiaran materinya media-media tersebut tidak dapat bertindak bebas. Segala sesuatu disesuaikan dengan perundangan penyiaran dan media penyiaran di Indonesia memiliki regulator yang diwakili oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), pemerintah dan KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha).

Penyiaran regulasi harus diatur agar :
  1. Tidak ada penyelewengan atau penyalahgunaan media dalam menyalurkan informasi (mencegah penyebaran informasi bersifat negatif atau merusak serta menyinggung SARA) sehingga kenyamanan publik dalam mengkonsumsi setiap tayangan informasi tetap terjaga.
  2. Terciptanya keteraturan antara satu gelombang elektomagnetik dengan gelombang lainnya sehingga tidak terjadi bentrokan antara satu saluran dengan saluran lainnya ( mencegah intervensi / bentrokan yang dapat menyebabkan gangguan siaran/noise).
  3. Mencegah sistem monopoli industri atau kepemilikan banyak saluran dikuasai oleh satu lembaga saja yang dapat menyebabkan tayangan terpaku pada selera pemilik.
Selain regulasi, ada pula Undang-Undang yang mengatur mengenai media penyiaran, diantaranya :
ê  UU No. 36/1999                     : mengatur mengenai Telekomunikasi
ê  UU ITE No. 11/2008              : mengatur mengenai Informasi Transaksi Elektronik
ê  UU Pers No. 40/1999             : mengatur tentang Pers
ê  UU Penyiaran No. 32/2002     : mengatur tentang Penyiaran

Dalam menjaga keteraturan jalannya penyebaran dan penerimaan informasi, tidak hanya KPI, pemerintah dan KPPU yang bertindak, tetapi diharapkan agar masyarakat pun turut bertindak sebagai regulator bagi dirinya sendiri serta lingkungan sekitar.


18 September 2011

JURNALISME WARGA (CITIZEN JOURNALISM)

Materi pada perkuliahan Kapita Selekta hari Rabu, tanggal 14 September 2011 mengenai Jurnalisme Warga ini dibawakan oleh Bapak Agus Sudibyo (Dewan Pers)

Jurnalisme Warga atau yang dalam bahasa Inggrisnya Citizen Journalism ialah jenis jurnalisme yang menempatkan warga sebagai subyek atau wartawan. Setiap orang tidak hanya menonton atau pasif namun dapat juga aktif menjadi wartawan, informan, atau  jurnalis dalam ruang publik media.
Mengapa harus jurnalisme warga?
Jawaban kembali lagi pada prinsip partisipatori dan emansipasi publik. Setiap orang berhak menyuarakan pendapatnya.
Ruang media sebagai ruang publik deliberatif.
Keterbatasan media menangkap berbagai realitas yang majemuk, penting, signifikans, khas, individual, lokal. Pemberitaan lebih berpihak pada kaum elitis, menengah ke atas sehingga yang bersifat individual atau lokal kurang diperhatikan dan cenderung diabaikan. Inilah salah satu alasan kuat mengapa jurnalisme warga perlu dikembangkan.
Ditambah lagi dengan didukung semakin banyak pilihan medium komunikasi dan interaksi bagi setiap orangTeknologi informasi dan komunikasi bukan lah suatu permasalahan. Masyarakat semakin familiar dengan teknologi pendukung pencarian/ perekaman/ pengolahan/ penyebaran informasi.

Berbagai medium jurnalisme warga :
  Radio/Televisi melakukan interaksi interaktif dengan audience
  Audience mengirimkan rekaman video / audio amatir kepada media televisi/radio seperti rekaman bencana tsunami dan tanah longsor.
  Online media memberikan kesempatan kepada pembacanya untuk memberikan komentar dan berinteraksi satu sama lain.
  Blog, Twitter sebagai forum komunikasi, pertukaran informasi, dialog bahkan  penyajian berita.

Ada pula yang disebut dengan Autisme Media yaitu media yang asyik dengan dirinya sendiri. Menentukan skala prioritas pemberitaan pertama-tama berdasarkan agenda, nilai, orientasi dan keyakinannya sendiri, bukan berdasarkan minat, kepentingan dan kebutuhan pembacaMedia yang tidak benar-benar menyadari pelibatan publik dalam penentuan agenda setting media sebagai konsekuensi status ruang publik.

Apakah setiap tulisan yang dimuat oleh setiap orang di berbagai website, forum, maupun media online lainnya dapat disebut dengan produk jurnalistik?
Tentu saja dapat disebut sebagai produk jurnalistik jika mengandung nilai-nilai berita dan dibuat berdasarkan kode etik jurnalistik.
Berikut adalah nilai-nilai berita :
ê  Aktualitas
ê  Akurasi
ê  Keberimbangan
ê  Relevansi
ê  Signifikansi
ê  Prominensi
ê  Magnitude
ê  Proksimitas
ê  Kompetensi Sumber

Berikut adalah Kode Etik Jurnalistik :
*      Tidak Berprasangka
*      Mengandung Konfirmasi
*      Tidak Sarkastis, Sadistis, Pornografis
*      Menggunakan bahasa yang benar
*      Berdasarkan Fakta
*      Tidak beropini
*      Akurasi data, fakta, ilustrasi

Kasus-Kasus Jurnalisme Warga
  • Mayoritas adalah pemberitaan satu sisi, tidak berimbang, tidak ada konfirmasi dan cenderung menghakimi obyek berita.
  •   Media online menggunakan prinsip follow up news, bahwa konfirmasi narasumber dapat ditunda pada berita selanjutnya.
  •   Pelaku jurnalisme warga belum menguasai nilai-nilai berita, etika jurnalistik, prinsip ruang publik media
  •   Pelaku jurnalisme warga bukan jurnalis atau tidak paham bagaimana jurnalis bekerja


Agar tidak terjadi kesalahan dalam penerapan jurnalisme warga maka pelaku jurnalisme warga harus memahami :
Ø  Media adalah ruang publik sosial dengan nilai-nilai baku (nilai berita dan kode etik jurnalistik)
Ø  Profesi jurnalis bukan profesi sembarangan yang dapat dilakukan secara serampangan.
Ø  Berita berbeda dengan informasi satu sisi, gosip, atau prasangka tidak baik
Ø  Memahami dan menaati Kode etik jurnalisme warga dan Kode etik jurnalisme media online
Perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan antara :
  Jurnalisme online media : Media Online : detik.com, vivanews, kompas.com, firstmedia dll
  Ruang publik online : Ruang  diskusi Online : twitter, blog, mailing list, dll

Sekian pembabaran mengenai jurnalisme warga, meskipun hanya segelintir, setidaknya dapat memberikan pandangan dan manfaat bagi siapapun yang membacanya.

10 September 2011

Perempuan Cantik dan Media Massa

oleh Stephanie Chandra-915080070-Fikom Universitas Tarumanagara

Agnes Monica
Role Model Perempuan Cantik Indonesia
 Multi-Talented Actress
Materi dan diskusi bersama dengan Tema “Perempuan Dalam Media Massa” dibimbing oleh Henny Wirawan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Jakarta pada Rabu, 7 September 2011.
Perempuan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling indah, itulah satu kalimat yang disetujui oleh hampir seluruh lelaki di muka bumi. Tapi dibalik itu terdapat pandangan yang tidak mengenakkan mengenai perempuan.
Zaman dahulu pada era penjajahan di Indonesia, perempuan dilarang menuntut ilmu dan mengenyam pendidikan, hak perempuan pun berada di bawah hak laki-laki. Sehingga sangatlah wajar jika perempuan pada zaman itu dipandang sebagai seseorang yang hanya pandai dalam memasak, mengurus keluarga dan mengatur segala kebutuhan rumah tangga. Namun berkat perjuangan R.A Kartini lah, perempuan Indonesia bisa mendapatkan persamaan hak dalam pendidikan dan hal lainnya.
Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, perempuan terus membuktikan eksistensinya dengan muncul dalam berbagai media massa dengan berbagai profesi seperti model iklan, artis, penyanyi, presenter bahkan sebagai petinggi Negara dan terkait dengan dunia politik. Karena tuntutan sebagai publik figur, terlebih lagi terus menjadi sorotan kamera, perempuan tentunya sangat memperhatikan penampilan mereka. Akibat seringnya melihat perempuan cantik di berbagai media massa, maka terbentuklah citra bahwa perempuan cantik itu adalah yang langsing, tinggi, memiliki kulit berwarna putih merona, berambut panjang terurai dengan bebasnya. Tak salah jika perempuan cenderung dijadikan objek sekualitas untuk diekspos. Namun tak pantas juga jika perempuan selalu direndahkan dan dikupas kemolekan tubuhnya untuk kepentingan “oknum” tidak bertanggung jawab. Dampak yang ditimbulkan akibat over ekspos sensualitas kembali lagi pada perempuan itu sendiri, apakah ia bersedia untuk diekspos atau tidak.
Perempuan dianggap sebagai makhluk lemah sehingga tak jarang perempuan dijadikan sasaran empuk para pelaku kriminal. Terbalik dengan pernyataan tersebut, banyak perempuan yang tangguh dan kuat menjalani berbagai profesi yang kebanyakan dilakukan oleh kaum lelaki seperti petinju, atlet bela diri, dan lainnya.  Adapula anggapan negatif bahwa perempuan dalam media massa hanyalah sebagai “hiasan” atau “pemanis”. Pada kenyataannya semua perempuan memang manis dan memiliki kelebihan masing-masing.
Semua anggapan-anggapan negatif mengenai perempuan tidaklah dapat langsung ditelan mentah-mentah. Dalam proses menarik kesimpulan dikembalikan lagi kepada gaya dan daya pikir masing-masing orang. Ada satu pernyataan “ Belief in a Just World” yaitu suatu kepercayaan bahwa jika melakukan kebaikan maka kebaikan pula yang akan diterima, begitu pula sebaliknya. Sama halnya dengan pikiran, jika selalu berpikir secara positif maka begitu pula cermin diri kita di mata orang lain dan sebaliknya. Semua yang berawal dari diri sendiri dan akan kembali pada diri sendiri.
Sebagai mahasiswi Ilmu Komunikasi, harapan saya adalah media komunikasi dapat mendukung terciptanya masyarakat yang berpendidikan dengan meningkatkan tayangan berunsur ilmu pengetahuan positif, mengkonstruksikan segala sesuatu mengenai perempuan dengan baik dan benar sehingga tercipta kondisi masyarakat yang berpandangan dan memiliki persepsi positif dan tidak lagi mengangkat isu bias dan diskriminasi gender serta meremehkan perempuan melainkan menghormati dan menyadari akan hak-hak perempuan untuk mendapatkan citra positif dan hidup lebih baik lagi.