30 October 2011

UN4U-UNHCR

Kali ini, saya akan membagikan pengetahuan yang didapat saat menghadiri kuliah umum mengenai The United nations For You 2011 (UN4U) yang diadakan di Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Tarumanagara pada tanggal 26 Oktober 2011. UN4U sendiri mengadakan kampanye tahunan untuk mengajak anak-anak muda berpartisipasi dan mengetahui lebih banyak mengenai apa itu UN4U.

Pembicara : Ms. Mitra Salima Suryono- Associate External Relations and Public Information Officer of United Nations. High Commission of Refugee (UNHCR)
United Nations itu seperti kita ketahui adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ada di dunia. PBB berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945.
Working areas atau isu-isu yang menjadi perhatian dari PBB adalah :
  • Poverty Eradication
  • Education (UNESCO)
  • Drug Trafficking (UNODC)
  • Refugee Protection (UNHCR)
  • Gender Equality (UNIFAM)
  • Transnational Crimes (UNODC)
  • Terrorism
  • Peace and Security
  • Disaster Management
  • HIV/AIDS (UN AIDS, UN CARE)
  • Food Security
  • Health (WHO)
  • Mine Clearance
  • Air Travel
  • Environment
  • Human Rights (UNDHCR)
  • Telecommunication
Yang lebih ditekankan pada kuliah umum ini adalah mengenai United Nations High Commision of Refugee (UNHCR) yaitu organisasi  PBB yang peduli dan menekankan pada pembelaan hak-hak para pengungsi.
Sifat UNHCR :
Ø  Non politis
Ø  Kemanusiaan
Ø Berdasarkan prinsip-prinsip Hukum Pengungsi International Hukum Konvensi (yang mengatur pengungsian)

Adapun fungsi utama dari UNHCR :
  • Fungsi pertama sebagai Perlindungan Internasional dalam artian jika perlindungan nasional tidak didapat, maka pengungsi dapat meminta perlindungan internasional.
  • Fungsi kedua sebagai solusi jangka panjang (durable solutions) yaitu :
ü Pemulangan sukarela (voluntary Repatriation) yaitu pemulangan akan dilaksanakan apabila warga Negara telah mendapat kesejahteraan di Negara asal.
ü  Integrasi lokal (asimilasi)
ü  Penempatan di Negara ketiga (resettlement)
  • Mempromosikan agar masyarakat luas mengetahui Hukum Pengungsi Internasional.


Pengungsi menurut Hukum Konvensi 1951-Pasal 1A adalah mereka yang :
  1. Berada di luar negara asal kewarganegaraannya
  2. Ketakutan yang mendasar seperti penganiayaan karena: ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu atau pendapat politik.
Bahkan tidak dapat karena ketakutannya tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan dari Negara tersebut.
Adapula golongan rentan yang perlu mendapat perlindungan diantaranya :
  1. Anak-anak tanpa pendamping
  2. Wanita dengan kebutuhan khusus
  3. Korban tindak kekerasan
  4. Orang-orang cacat
  5. Manula
Ada pula sering disebut suatu istilah yaitu Internally-Displaced Persons (IDPs), mereka adalah :
ü  Orang-orang yang harus keluar dari kediaman sehari-hari tapi tetap dalam daerah yang sama karena alasan keamanan.
ü  Orang-orang yang lupa kewarganegaraan (stateless person)
ü  Orang yang tidak dianggap sebagai warga Negara dari suatu Negara menurut hokum yang berlaku
ü  Tidak memiliki ikatan hokum dengan pemerintah atau individu di Negara manapun.
UNHCR memegang prinsip NON REFOULEMENT, yaitu tidak mengembalikan seseorang ke daerah atau negara yang dimana hidup atau kebebasan mereka terancam. Namun meskipun hak-hak para pengungsi dilindungi, mereka juga memiliki kewajiban yaitu mematuhi hukum yang ada di tempat mereka berdiam sementara.

08 October 2011

Transformasi dan Kebebasan Media serta Dampaknya

Pada pertemuan di kelas tanggal  5 Oktober 2011, Ibu Diah Ayu Sandra Ningrum yang merupakan seorang jurnalis dari TEMPO memberikan pandangan mengenai Transformasi Media.

Seperti kita ketahui pada zaman pemerintahan orde baru (1966-1999), media tidaklah memiliki keluwesan dalam segala tindakan pemberitaan. Pada saat itu, media dijadikan corong pemerintahan, pemberitaan mengenai pemerintah dan segala yang terkait hanya yang bersifat positif sehingga tidak ada transparansi mengenai segala kekurangan yang ada dalam aspek pemerintahan. Setelah masa orde baru terlewati muncul istilah demokrasi yang mengusung kebebasan dan terbatas. Sehingga media pun mengalami yang namanya kebebasan dalam pemberitaan namun harus tetap taat pada kode etik jurnalistik dan pemberitaan. Namun ada kalanya media lupa dan secara tidak sengaja melanggar apa yang seharusnya mereka tidak lakukan. Frekuensi pemberitaan pun jarang diperhatikan oleh media penyiaran sehingga menyebabkan kelebihan frekuensi tayang, kesalahan terjadi dan menyebabkan audiens yang menyimak menjadi terpengaruh persepsi dan mengarah pada perilaku.
Seperti contoh ketika muncul pemberitaan mengenai Ryan “Sang Penjagal” yang membunuh setiap korbannya dengan cara memenggal tubuh korbannya menjadi beberapa bagian sebelum dibuang ke tempat yang direncanakan. Berbagai saluran televisi terus menayangkan pemberitaan ini ketika setiap korbannya terkuak, selain itu rekonstruksi pembunuhan juga turut ditayangkan dan tentunya hal ini menimbulkan dampak. Tidak lama setelah Ryan mengalami proses hukum, ada lagi pemberitaan seorang istri cincang suaminya karena dibakar cemburu. ketika melapor ke polisi, ia mengatakan bahwa suaminya menghilang, namun setelah kasus diusut, ternyata yang menghilangkan suaminya adalah dirinya sendiri dengan cara memenggal dan mencincang tubuh suaminya karena cemburu dan cara membunuhnya terinspirasi oleh Ryan.
Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian bagi media penyiaran. Selain itu, sebagai audiens kita juga seharusnya tidak hanya bersikap pasif hanya menerima segala informasi yang diberitakan melalui media pemberitaan, melainkan turut aktif check dan re-check mengenai kredibilitas sumber berita, serta mengkomparasikan antara 1 media dengan media lainnya, karena tidak semua info 100% benar adanya, serta turut memikirkan dampak apa yang akan ditimbulkan ketika melihat suatu pemberitaan yang memang tidak layak disimak.

04 October 2011

BUDAYA MASSA ITU APA?

SNSD, Girls Generation, Korean  Girlband
Budaya Massa adalah budaya populer yang dihasilkan industri produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan dari khalayak konsumen. Ini merupakan materi yang dijadikan pembahasan diskusi dalam pertemuan tanggal 28 Sept 2011 oleh Ibu Aminah Suwarna Wati.



Salah satu Girlband Indonesia
Budaya massa kian hari kian marak, dapat tersebar dimanapun dan kapanpun. Bagaimana budaya massa dapat tercipta? Budaya massa merupakan suatu ciri massa yang terbentuk akibat pengaruh komunikasi massa di berbagai media yang disebarluaskan secara besar-besaran dalam jangka waktu panjang maupun jangka waktu pendek.  
Budaya massa memiliki rumusan, berulang dan bersifat permukaan, jika masyarakat yang menganut budaya massa telah bosan, maka lambat laun budaya itu akan tergeser dan menghilang. selain itu budaya massa mengagungkan kenikmatan, sentimental dalam artian dapat dengan mudahnya membangkitkan semangat dan selera penganut budaya massa. Ada jua sifat sesaat dan menyesatkan dengan mengorbankan nilai-nilai keseriusan dan intelektualitas dalam artian penganut menjadi terhipnotis sedemikian rupa dan akan menuruti apapun yang menjadi tren pada saat itu tanpa pikir panjang. Penghargaan atas waktu pun juga turut dikorbankan.
Budaya massa lebih cenderung pada pengembangan fantasi tanpa beban dan bersifat sebagai pelarian. Budaya massa dapat muncul dalam bentuk mengikuti selera masyarakat secara beramai-ramai misalnya memilih jenis produk seperti shampoo dengan merek Pantene jika ingin memiliki rambut indah, memilih sabun mandi Lux jika ingin kulit lembut, pemutih wajah Ponds jika ingin wajah cerah, minum kopi di Starbucks layaknya selebrities Hollywood. Sebagai contoh lain budaya massa yang sekarang ini sedang “Booming” adalah Korean Wave. Satu istilah yang menunjukkan bahwa saat ini, masyarakat di Indonesia telah menjadi pecinta Korea dari segi bahasa, mode pakaian, kuliner, ditambah lagi dengan aktor dan aktris Korea yang tampan dan cantik menyebabkan mereka menjadi role model bagi boyband dan girlband di Indonesia dan tidak sedikit yang meniru gaya mereka.
 Hal ini terjadi tidak lain adalah karena banyaknya dan seringnya tayangan iklan melalui media massa sehingga audiens menjadi terpengaruh pikiran dan persepsinya. Budaya massa terkait secara langsung dengan teori Kultivasi yang berbunyi “sesuatu dapat mempengaruhi persepsi tergantung frekuensi tayangan.”
Meskipun begitu sudah selayaknya bagi kita sebagai manusia yang berpendidikan untuk waspada serta berpikir dengan matang, apakah sesuatu yang “Booming” yang merupakan budaya massa itu pantas diserap dan ditirukan.